Simak! Ini Bedanya Baby Blues dan Postpartum Depression!

Simak! Ini Bedanya Baby Blues dan Post-Partum Depression!

RS Syafira, Pekanbaru – Simak! Ini Bedanya Baby Blues dan PostPartum Depression! Menjadi orang tua baru bukanlah proses yang mudah, terlebih lagi menjadi seorang ibu baru tentu saja butuh persiapan fisik dan mental dalam menjaga dan mengurus sang buah hati, karena tak sedikit ibu baru yang mengalami depresi pasca melahirkan.

Jadi sebelum itu terjadi ada baiknya kita mengenal apa saja depresi yang dapat dialami ibu baru, Guna untuk berwaspada dan bersiap jika hal itu terjadi. Agar tidak semakin berlarut-larut hingga mengganggu kegiatan menyusui dan merawat si kecil, yuk cari tahu cara mengatasi dan informasi lainnya!

Baca juga Jangan Anggap Tabu! Ini Pentingnya Seks Edukasi Pada Anak

Apa itu baby blues?

Baby blues  merupakan salah satu masalah psikologis yang umum terjadi pada ibu yang baru melahirkan. Riset menyebutkan bahwa kondisi ini dialami oleh sekitar 60–70% para ibu baru di seluruh dunia. Saat ibu baru mengalami baby blues biasanya akan merasa suka dan duka atau merasa sedih setelah melahirkan. Perasaan ini biasanya dimulai 2-3 hari setelah melahirkan dan kemudian bisa datang dan pergi.

Gejala Baby Blues :

  • Bersedih dan menangis tanpa alasan yang jelas
  • Mudah tersinggung dan marah
  • Mengalami perubahan suasana hati yang drastis
  • Gelisah tanpa alasan yang jelas
  • Cemas yang berlebihan
  • Mudah lelah
  • Sulit tidur atau tidur dengan waktu yang lama
  • Hilang nafsu makan
  • Konsentrasi yang buruk

Apabila depresinya terjadi dalam jangka waktu yang lama dan semakin memburuk, ini bisa dikategorikan menjadi Postpartum Depression.

Postpartum Depression

Postpartum depression lebih parah dibandingkan dengan baby blues dan memiliki jangka waktu yang panjang untuk pemulihan kondisinya. Postpartum depression membuat penderita merasa putus harapan, merasa tidak menjadi ibu yang baik, sampai tidak mau mengurus anak.

Postpartum depression bukan hanya dialami oleh ibu, melainkan juga bisa dialami oleh ayah. Postpartum depression pada ayah paling sering terjadi 3–6 bulan setelah bayi lahir. Seorang ayah lebih rentan terkena postpartum depression ketika istrinya juga menderita kondisi tersebut.

Postpartum depression tidak disebabkan oleh satu faktor penyebab saja. Biasanya kondisi ini disebabkan oleh kombinasi faktor fisik dan emosional.

Setelah melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh ibu akan turun drastis. Hal ini menyebabkan perubahan kimia di otak yang memicu terjadinya perubahan suasana hati.

Ditambah lagi, kegiatan mengasuh bayi dapat membuat ibu tidak dapat beristirahat dengan cukup untuk memulihkan dirinya setelah melahirkan. Kurangnya istirahat dapat menimbulkan kelelahan, baik secara fisik maupun emosional, hingga akhirnya memicu depresi pasca melahirkan.

Tidak hanya itu, ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami depresi postpartum, di antaranya:

  • Pernah menderita depresi sebelum atau selama hamil
  • Menderita gangguan bipolar
  • Memiliki anggota keluarga yang menderita depresi
  • Kesulitan menyusui anak
  • Hamil di usia muda dan memiliki banyak anak

Risiko terjadinya depresi pasca persalinan juga akan meningkat jika ibu yang baru melahirkan mengalami kejadian yang membuatnya stres misalnya:

  • Kehilangan pekerjaan
  • Masalah finansial
  • Konflik dalam keluarga
  • Komplikasi kehamilan
  • Kelahiran bayi kembar
  • Bayi yang dilahirkan menderita penyakit tertentu

Postpartum depression tidak dapat dicegah, tetapi dapat dideteksi lebih dini. Dengan kontrol rutin pasca melahirkan, dokter dapat memonitor kondisi ibu, terutama jika ibu pernah menderita depresi atau postpartum depression.

Jika diperlukan, dokter dapat meminta ibu untuk menjalani konseling dan mengonsumsi obat antidepresan untuk mencegah terjadinya postpartum depression, baik pada saat hamil maupun setelah melahirkan.

Ibu juga perlu menjalin komunikasi yang baik, menyelesaikan masalah, atau berdamai dengan pasangan, keluarga, dan teman jika memiliki masalah.

Pneumonia dapat menyerang balita dan anak-anak

Tinggalkan Balasan

%d